Kamis, 17 Juni 2010

Di Balik Kehidupan Bapak Pembuat Kopi

Daerah itu berjarak 130 km dari Bandung, Awilega, Cihurip namanya. Daerah yang berada di balik gunung, dimana kalau kita menggunakan motor, tak kurang dari 5 jam tempat itu dapat dicapai. Untung aku mencapai nya dengan menggunakan motorku, jika harus menggunakan angkutan pribadi, aku harus rela merelakan 7-9 jam ku untuk mencapai daerah yang sangat "remote" tersebut. Ditambah jalan yang berliku-liku, mendaki dan menurun tajam, serta kondisi jalan yang rusak pada 5 km terakhir menuju desa tersebut. Bayangkan, untuk mencapai 5 km terakhir, kondisi jalan berbatu aspal namun sudah amburadul kemana-mana dan di salah satu sisinya harus diberi sekam supaya motor yang melewati tidak sampai terjatuh (walaupun akhirnya aku dan Openg-GEA 06 terjatuh juga tertimpa motor yang ga bisa dibilang keci di tanjakan dengan kemiringan lereng 70 derajat). Tepat di kampung itu, terdapat tidak kurang dari 10 orang yang menjajakan dagangannya di kampus ITB, dan salah satu nya, yang aku kenal baik sebagai KANG DEDDY.

Dibalik sikapnya yang baik, ramah, dan sholeh, ternyata terbesit sebuah kehidupan yang keras di tempat beliau berasal, yang belum pernah aku sangka sebelum-sebelumnya. Beliau mempunyai 3 orang anak, yang sekarang duduk di bangku TK, SD dan SMP. Untuk yang terakhir, tepatnya SMP naik ke SMK. Bukan, saya memang menulis SMK bukan SMA. Kang Deddy tidak mempunyai uang untuk menyekolahkan ke SMA, karena mahalnya biaya tempat tinggal, makan sehari-hari dan transportasi. Bayangkan teman-teman, anaknya yang pertama harus berjalan sejauh 3 km dari rumah ke sekolah dengan naik turun bukit, dan itu dijalani selama 3 tahun di masa SMP. Dan sekarang, masalah yang dihadapi adalah bagaimana cara untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang yang lebih tinggi. Kalau teman-teman tahu, Kang Deddy menghabiskan Rp 120rb untuk tempat tinggal anaknya yang terbuat dari bambu (gedhek dalam bahasa Jawa) dan hanya Rp 60rb untuk makan anaknya dalam sebulan. Terbayang kan, betapa tiap satu keping rupiah sangat berarti buat beliau.

Rumahnya di kampung Cihurip pun sangat sederhana. Terbuat dari kayu dan bambu (karena beliau belum mampu untuk membeli semen dan batu untuk membangun rumahnya) dan hanya terdapat 2 buah kamar untuk beliau dan istri serta ke-3 orang anaknya. Namun yang membuatku sangat terkejut, bagaimana beliau dan keluarga menyambut aku dan 3 kawan-kawan GEA (Joe 06, Openg 06, Dw 06)i ketika aku disana. 5 ikan mas terbaik dan terbesar beliau ambil dari empang nya (ikan tersebut hanya mendapat makan dari dari air untuk mencuci beras, "dedek", dan selebihnya mendapat makanan dari kotoran manusia - di atas empang tersebut adalah kamar mandi umum, dan jika teman2 mandi dan membuat hajat, ikan di bawah siap menunggu untuk mendapatkan makanan- ).

Ikan terbesar disuguhkan untukku dan keluarganya dengan dibakar. Belum lagi itu, beliau menjadikan aku layaknya seorang tamu istimewa di Hotel berbintang 5. Apa pun yang ada beliau suguhkan untukku, mulai dari kelapa muda, ketela goreng, wajik, pisang raja, pete, ayam kampung dan itu berlangsung bukan hanya dalam waktu yang sebentar, namun terus-terusan sepanjang hari. Anyir mulutku untuk memakan semua makanan tersebut, karena mengingat bagaimana beratnya tanggungan keluarga harus dihidupi. Namun untuk menghormati beliau sebagai pemilik rumah, aku makan semua makanan tersebut bersama teman-teman GEA.


Keramahan yang beliau dan warga di kampung tersebut sangat luar biasa. Bayangkan, di tiap rumah yang kami datangi saat kami pamit untuk pulang, kami harus makan, untuk menghormati si pemilik rumah. Kalau teman-teman pernah mendengar nama Abuy, Acuy, Odin, di tempat itu lah kami harus makan walaupun perut kami sudah penuh terisi. Keramahan yang tak tersaingi bahkan di hotel berbintang 5.

Hiburan di daerah itu mungkin hanyalah televisi, karena nampaknya itu lah barang termahal yang beliau miliki selain anak dan keluarga. Namun sayangnya, televisi yang dipunyai Kang Ded dan keluarga sudah tidak berfungsi maksimal lagi. Antena yang dipasang pada bambu di atas rumahnya terkena petir dan sampai sekarang, bahkan untuk membeli antena beliau tidak kuasa, karena besarnya pengeluaran untuk anak dan keluarganya. Aku hanya bisa menonton qosidahan, atau menonton power ranger yang di dubbing dalam bahasa Malay, dan anaknya yang paling kecil sampai hafal tiap text dan gerakannnya, karena mungkin hanya itu lah hiburannya tiap hari.

Secuil kisah ini mungkin tidak merefleksikan seluruh kehidupan Kang Deddy dan keluarga nya. Banyak yang sudah terketuk hatinya untuk sekedar datang melihat kehidupan beliau, seperti Lubi dan Kak Febi. Dan apa yang akan beliau suguhkan ke kalian, benar-benar di luar batas nalar dan kemampuan seorang Kang Deddy dalam menjamu tamunya. Ah, aku terlalu berlebihan. Untuk datang kesana saja terlalu berat, dan memang itu lah kondisi beliau. Minimal dengan anda semua tidak hutang ke Kang Deddy, itu sangat membantu beliau menghidupi keluarganya, sekedar untuk membeli seonggok pasir dan se karung semen untuk rumah beliau. Dan ingat, beiau adalah orang tua kita di himpunan, bukan kacung, bukan pesuruh, apalagi pelayan kita. Jangan hanya bisa meminta, menyuruh, dan kalian meninggalkan kepedihan di hati beliau dengan angka-angka yang beliau tulis di buku lepek yang berisi nama-nama kalian. Menyisihkan uang untuk menabung, sama sekali tidak menghilangkan uang mu, karena kau hanya memindahkan fungsi waktu, dari semula membayar hutang, sekarang menjadi di awal bulan. Dan tahu kah apa dampaknya? Senyum kecil beliau merekah karena beliau bisa berangan-angan untuk bisa pulang ke kampung halamannya dengan mobil ELF di akhir bulan depan, untuk mengantarkan sekeping uang tersebut dan se kotak Gery Chocolatos untuk anaknya, karena ternyata, di kampung tersebut tidak ada toko, bahkan pasar tempat ibu bisa membelikan jajanan untuk anak-anaknya.

(: thx 4 teman2 GEA yang menemani ku pulang ke Bandung, mengajari ku deskripsi endapan mineral di sungai, terutama untuk Kang Deddy untuk ikan mas jantan 50cm lebih untuk dibakar, yang ternyata itu adalah ikan bakar pertama yang beliau buat, dan itu spesial untukku...
++ cobain mandi n buang hajat di empang, katanya sih enak... ternyata emang nikmat dah...






Walau makan sederhana
(Makan nasi sambal lalap)
Walau baju sederhana
(Asal menutup aurat)
Walau makan sederhana
Walau baju sederhana
Walau serba sederhana
Asal sehat jiwa raga
Dan juga hutang tak punya…
Itulah orang yang kaya (hi-hu…) ------ Rhoma Irama, Gali lobang tutup lobang

Hidup sederhana
Gak punya apa-apa tapi banyak cinta
Hidup bermewah-mewahan
Punya segalanya tapi sengsara
Seperti para koruptor…2x ------ Slank, Seperti Para Koruptor

By: Andy Yahya Alhakim
12106023

Tidak ada komentar:

Posting Komentar