Selasa, 05 Februari 2013

Buntut Nasionalisasi Asing, Argentina Kena Sanksi IMF?


Suryana Miharja
Suryana@majalahtambang.com
TAMBANG, 03 Februari 2013 | 05.34

Argentina tengah dikecam oleh IMF, negara itu pun menjadi negara pertama yang mendapat kecaman dari IMF akibat data inflasi dalam laporan ekonomi yang dibuat dinilai kurang memadai. kecaman itu disampaikan hari ini (2/2) oleh 24 anggota dewan direksi IMF.

Dewan direksi IMF meminta Argentina untuk menyelesaikan data laporan ekonomi tersebut paling lambat pada tanggal 29 September 2013, namun Managing Director Christine Lagarde menginginkan Argentina bisa menyelesaikannya menjelang 13 November 2013. Jika Argentina tidak memenuhi keinginan dewan maka negara itu bisa mendapatkan “kartu kuning”.

Menanggapi tudingan Lagarde, menteri ekonomi Argentina dalam keterangan tertulisnya menyatakan, kecaman IMF atas negaranya tidak berdasar. Menurutnya, Argentina akan mulai menggunakan CPI (consumer price index) pada kuartal keempat tahun ini setelah menyelesaikan survei mengenai konsumsi yang dilaksanakan sejak bulan maret tahun lalu.

Sebelumnya pada tahun 2010, Presiden Cristina Fernandez de Kirchner menyatakan, Argentina akan membuat CPI untuk menggambarkan perilaku konsumsi negaranya.

akibat kecaman itu, Argentina telah diblok untuk bisa memperoleh pinjaman dari pasar internasional, yang diperlukan untuk membayar hutangnya sebesar US$ 95 miliar. Padahal negara dengan ekonomi terbesar kedua di Amerika Selatan tersebut tengah memerlukan investasi baru guna membiayai produksi minyak YPF SA yang meningkat.

Yacimientos Petrolíferos Fiscales (YPF) SA adalah perusahaan milik Repsol Spanyol yang dinasionalisasi oleh Argentina pada bulan April 2012 lalu. Melalui sebuah rancangan undang-undang tentang nasionalisasi, pemerintah pusat dan daerah Argentina mengambil alih 51% saham YPF yang saat dikuasai Repsol. Hal ini dilakukan untuk mengamankan hasil migas negara itu bagi kepentingan nasionalnya. Dari 51% yang dikuasai Argentina, sekitar 49% akan didistribusikan ke setiap provinsi melalui Organisasi Federal Produsen Minyak Negara.

Menurut Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Migas Faisal Yusra, Argentina dan Indonesia adalah negara yang sama-sama mengalami krisis ekonomi pada tahun 1998 lalu, dan keduanya juga sama-sama dibantu oleh International Monetery Fund (IMF) dalam memulihkan krisis ekonomi yang terjadi. Bedanya, Argentina berani melakukan nasionalisasi perusahaan migas yang ada dinegaranya, sementara Indonesia tidak.

Faisal Yusra juga menyatakan, dari total produksi minyak Indonesia sebesar 900 ribu barrel per hari, sebanyak 300 ribu barrel dipastikan menjadi jatah asing, 150 ribu barrel milik Pertamina dan 450 ribu barel jatah pemerintah.

Minyak dan gas bumi (migas) adalah sumber daya yang sangat strategis bagi kehidupan bangsa sehingga berdasarkan undang-undang harus dikuasai sepenuhnya oleh negara. “Indonesia adalah negara paling liberal di dunia untuk urusan migas,” pungkasnya. Lalu beranikan Indonesia menasionalisasi perusahaan migas asing?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar